Pengaruh Kebudayaan Hindu Budha di Indonesia
A. PENINGGALAN YANG UMUM
Pengaruh kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.
1. Bidang agama, yaitu
berkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia .Sebelum masuk pengaruh India,
kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat
pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan
kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada
kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli
bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal ini
terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di
Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara
keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam
tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara
kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang politik dan pemerintahan,
pengaruhnya terlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia
tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem
pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang
mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala
suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh
terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di
Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri,
Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan
Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha yaitu Kerajaan Mataram lama.
3. Bidang pendidikan membawa
pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan
tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu
keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa
Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia. 17 bukti yang menunjukkan telah berkembangnya
pendidikan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain
adalah:
a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta
yang berasal dari Cina, menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia
terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat begitu
pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan untuk menetap selama
beberapa bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha
bersama pendeta Buddha yang ternama di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan
I-Tsing menganjurkan kepada siapa saja yang akan pergi ke India untuk
mempelajari agama Buddha untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama
Buddha di Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama
Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi yang terbesar di
daerah Asia Tenggara pada saat itu.
b. Prasasti Nalanda yang
dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India. Pada
prasasti ini disebutkan bahwa raja Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya)
meminta pada raja Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan
asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang
berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut, kita bisa melihat begitu
besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap pendidikan dan pengajaran agama
Buddha di kerajaannya. Hal ini terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar
dari Sriwijaya untuk belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya
yaitu India. Tidak mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya
maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut kepada masyarakat
Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama sebagai pusat pengajaran dan
pendidikan agama Buddha.
c. Catatan perjalanan
I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning dari Cina pernah berangkat ke
Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja
sama dengan pendeta Ho-Ling yaitu Jnanabhadra
untuk menerjemahkan bagian terakhir kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan
bahwa di Jawa pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi
rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama
mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.
d. Pada prasasti Turun
Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Airlangga menyebutkan tentang
pembuatan Sriwijaya Asrama oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan
suatu tempat yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan.
18. Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap pendidikan
keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas berupa pembuatan bangunan
yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran.
e. Istilah surau yang
digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga pendidikan Islam tradisional
di Minangkabau sebenarnya berasal dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan
tempat yang dibangun sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja
Adityawarman. Pada masa itu, surau digunakan sebagai tempat berkumpul para
pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam kebiasaan ini terus dilajutkan
dengan mengganti fokus kajian dari Hindu-Buddha pada ajaran Islam.
4. Bidang sastra dan bahasa.
Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang
terutama pada aman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
a. Arjunawiwaha, karya Mpu
Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu
Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu
Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya
Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu
Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang seni tari.
Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi
Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang
berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief
memperlihatkan jenis tarian seperti tarian
perang, tuwung,
bungkuk, ganding, matapukan
(tari topeng). Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan
gamelan yang terlihat dari relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan
yang terbatas seperti gendang, kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam
bentuk kecapi, seruling dan gong.
6. Seni relief pada candi yang
kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut relief yang terdapat pada
candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang
dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha. Pemilihan epik sebagai
hiasan relief candi dikenal pertama kali pada candi Prambanan yang dibangun
pada permulaan abad ke-10. Epik yang tertera dalam relief candi Prambanan
mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam cerita Ramayana. Hiasan relief
candi Penataran pada masa Kediri mengambil epik kisah Mahabharata. Sementara
itu, kisah Mahabharata juga menjadi epik yang dipilih sebagai relief pada dua
candi peninggalan kerajaan Majapahit, yaitu candi Tigawangi dan candi Sukuh.
7. Seni Arca dan Patung, sebagai
akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama
Hindu-Buddha maka
beberapa keluarga raja diperdewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi
makam. Arcaarca dewa tersebut dipercaya merupakan lambang keluarga raja yang
dicandikan dan tidak mustahil termasuk di dalamnya kepribadian dan watak dari
keluarga raja tersebut. Oleh karena itu, arca dewa tersebut sering diidentikkan
dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia
memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan
merupakan bentuk peniruan dari India. Beberapa contoh raja yang diarcakan
adalah Raja Rajasa yang
diperdewa sebagai Siwa di
candi makam Kagenengan, Raja Anusapati
sebagai Siwa di
candi makam Kidal, Raja Wisnuwardhana
sebagai Buddha di
candi makam Tumpang. Raja Kertanegara
sebagai Wairocana
Locana di candi makam Segala dan Raja
Kertarajasa Jayawardhana sebagai Harihara di candi makam Simping.
Patung-patung dewa dalam
agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di Indonesia, antara lain:
a. Arca batu Brahma.
b. Arca perunggu Siwa Mahadewa.
c. Arca batu Wisnu.
d. Arca-arca di Prambanan,
di antaranya arca Lorojongrang.
e. Arca perwujudan
Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur.
f. Arca Ganesa, yaitu dewa
yang berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan.
8. Seni pertunjukan,
terutama seni wayang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang
masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya
seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang
tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak aman prasejarah.
9. Bidang seni bangunan merupakan
salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang sangat menonjol
antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa
bangunan lain yang berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan, seperti: ulan dan satra merupakan semacam
pesanggrahan atau tempat bermalam para pe iarah; sima adalah daerah perdikan yang berkewajiban
memelihara bangunan suci di suatu daerah; patapan
adalah tempat melakukan tapa; sambasambaran
yang berarti tempat persembahan; meru
merupakan bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan gunung
Mahameru sebagai tempat tinggal dewadewa agama Hindu.
B. AWAL MULA DAN KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDDHA DI
INDONESIA
1.PROSES
MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA
Masuknya
agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan masyarakat
Indonesia, antara lain :
- Semula
belum mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi mengenal tulisan dan memasuki
zaman sejarah (masa aksara).
- Semula
hanya mengenal dan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme kemudian
mengenal dan menganut agama dan kebudayaan Hindu-Budha.
- Semula
hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpinnya menjadi
pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan
pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.
Teori masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.
- Teori
waisya, berpendapat bahwa masuknya agama dan
kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin
musim (setengah tahun berganti arah) sehingga enam bulan menetap di Indonesia
dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. Salah satu tokoh pendukung
hipotesis waisya adalah N.J.Krom.
- Teori
Ksatria, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ialah
golongan ksatria yang kalah perang di India, kemudian lari ke Indonesia. Salah
seorang pendukung hipotesis ksatria adalah C.C.Berg.
- Teori
Brahmana, pembawa agama dan kebudayaan hindu ke
Indonesia ialah golongan Brahmana yang diundang oleh raja raja Indonesia untuk
menobatkan dengan upacara Hindu (abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini
adalah J.C.van Leur.
- Teori
nasional, bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke
India pulang dengan membawa agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya
orang-orang Indonesia (raja) mengundang Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan
agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Pendapat ini disebut teori arus balik.
Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.
AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia
menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2
budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan
saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu
saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini
disebabkan karena:
1.
Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi
sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan
kebudayaan Indonesia.
2.
Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius
merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing
dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya
bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya
Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang.
Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing
sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
Seni
Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan
candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni
Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa
Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya
candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang ikut
dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai makam
bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat
pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar
candi dalam bangunan stupa.
Seni
Sastra dan Aksara
Periode awal di Jawa Tengah pengaruh
sastra Hindu cukup kuat.
Periode tengah bangsa Indonesia mulai
melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab Bharatayudha
merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang
peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat
bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja
Kediri.
Prasasti-prasasti yang ada ditulis
dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan
pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa
melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai
dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali
Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali. Di
kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
Sistem
Kalender
Diadopsi dari sistem
kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun
Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai
tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I
dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.
1. KERAJAAN KUTAI
Kutai
Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti
sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara
Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan
oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas
menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat
diperoleh.
Yupa
Prasasti
Kerajaan Kutai
Informasi
yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal
dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli
dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang
berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahman atas
kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti
kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa
raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat
dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum
brahmana. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II:
Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho
Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi
prasasti diatas adalah sebagai berikut:
Peta
Kecamatan Muara Kaman
1. Maharaja
Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2. Maharaja
Aswawarman (anak Kundungga)
3. Maharaja
Mulawarman (anak Aswawarman)
4. Maharaja
Marawijaya Warman
5. Maharaja
Gajayana Warman
6. Maharaja
Tungga Warman
7. Maharaja
Jayanaga Warman
8. Maharaja
Nalasinga Warman
9. Maharaja
Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga
Warman Dewa
11. Maharaja Indra
Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman
Dewa
13. Maharaja
Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka
Dewa
15. Maharaja Guna Parana
Dewa
16. Maharaja Wijaya
Warman
17. Maharaja Sri Aji
Dewa
18. Maharaja Mulia
Putera
19. Maharaja Nala
Pandita
20. Maharaja Indra
Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma
Setia
2. KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan
yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad
ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah
kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh
buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di
Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai
tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati
(wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan
Salakanagara.
Prasasti
yang ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat
sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan
Rig, Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di
Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi,
sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun
ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan
untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau
Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di
Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian
kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea,
Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea,
Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup,
Bogor
3. KERAJAAN MATARM KUNO
Awal berdirinya kerajaan
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan
Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada
abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun
banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya
runtuh pada awal abad ke-11. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan
Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada
abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun
banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya
runtuh pada awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah
Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang
ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732,
namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan
adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna.
Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja,
atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.
4. KERAJAAN SRIWIJAYA
Sriwijaya
adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari
Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir
Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya"
atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan"
atau "kejayaan"maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang
gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari
abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di
antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990, dan
tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183
kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya. Setelah jatuh,
kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat
publikasi tahun 1918 dari sejarawan Perancis
5. KERAJAAN
KEDIRI
Kerajaan
Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa
Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak
di sekitar Kota Kediri sekarang.
Masa-masa awal
Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II
(1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara
antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan
Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas
nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang
sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat
diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu
di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala
dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu
Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa
pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya.
Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat
kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa
pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab,
Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di
Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
6. KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan
Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah
kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi
kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Wangsa Rajasa yang
didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan
berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara Pararaton
dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton
diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh
Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari
selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya
Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu
versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja
pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama
adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang
menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
7. KERAJAAN
MAJAPAHIT
Majapahit
adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah
berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di
Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga
1389.
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sebelum
berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa.
Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti.
Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar
upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa
tahun 1293.
Ketika
itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja
mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas
disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit,
yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah
tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang,
Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka
menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di
negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk
menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang asing.